Tuesday 3 December 2013






أويس  القرني


UWAIS IBNU AMIR ALQARANI


Ikhwatul Islam - Pemuda bernama Uwais Al-Qarnie. Ia tinggal dinegeri Yaman. Uwais adalah seorang yang terkenal fakir, hidupnya sangat miskin. Uwais Al-Qarnie adalah seorang anak yatim. Bapaknya sudah lama meninggal dunia. Ia hidup bersama ibunya yang telah tua lagi lumpuh. Bahkan, mata ibunya telah buta. Kecuali ibunya, Uwais tidak lagi mempunyai keluarga sama sekali.


 
Dalam kehidupannya sehari-hari, Uwais Al-Qarnie bekerja mencari nafkah dengan menggembala kambing-kambing orang pada waktu siang hari. Upah yang diterimanya cukup buat nafkahnya dengan ibunya. Bila ada kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti dia dan ibunya. Demikianlah pekerjaan Uwais Al-Qarnie setiap hari.

 
Uwais Al-Qarnie terkenal sebagai seorang anak yang taat kepada ibunya dan juga taat beribadah. Uwais Al-Qarnie seringkali melakukan puasa. Bila malam tiba, dia selalu berdoa, memohon petunjuk kepada Allah. Alangkah sedihnya hati Uwais Al-Qarnie setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka telah bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah SAW. Berita tentang Perang Uhud yang menyebabkan Nabi Muhammad SAW mendapat cedera dan gigi Baginda SAW patah kerana dilempari batu oleh musuh-musuhnya, telah juga didengar oleh Uwais Al-Qarnie. Segera Uwais mengetuk giginya dengan batu hingga patah kerana merasa amat malu dirinya yang tidak berkesempatan berperang sedangkan Baginda Rasulullah SAW sendiri telah patah gigi Baginda. Hal ini dilakukannya sebagai ungkapan rasa cintanya kepada Nabi Muhammmad SAW, sekalipun ia belum pernah bertemu dengan Baginda Nabi SAW. Hari demi hari berlalu, dan kerinduan Uwais untuk menemui Nabi SAW semakin mendalam dan begitu kuat sekali rindunya. Hatinya selalu bertanya-tanya, bilakah ia dapat bertemu Nabi Muhammad SAW dan memandang wajah Baginda SAW dari dekat? Ia rindu mendengar suara Nabi SAW, kerinduan kerana iman.
 
Tapi bukankah ia mempunyai seorang ibu yang telah tua renta dan buta, lagi pula lumpuh? Bagaimana mungkin ia tega meninggalkannya dalam keadaan yang demikian? Hatinya selalu gelisah. Siang dan malam pikirannya diliputi perasaan rindu memandang wajah Nabi Muhammad SAW.

 
Akhirnya, kerinduan kepada Nabi SAW yang selama ini dipendamnya tak dapat ditahannya lagi. Pada suatu hari ia datang mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan mohon izin dan restu ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah SAW di Madinah. Ibu Uwais Al-Qarnie walaupun telah uzur, merasa terharu dengan ketika mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais Al-Qarnie seraya berkata, “pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang.”

 
Betapa gembiranya hati Uwais Al-Qarnie mendengar ucapan ibunya itu. Segera ia berkemas untuk berangkat. Namun, ia tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkannya, serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah bersedia dan bersiap untuk berangkat, beliau mencium ibunya, berangkatlah Uwais Al-Qarnie menuju Madinah.

Uwais Ai-Qarnie Pergi ke Madinah

 
Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al-Qarnie sampai juga dikota Madinah al Munawwarah. Segera ia mencari rumah Nabi Muhammad SAW. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarnie menanyakan Nabi saw yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi tidak berada dirumahnya, Baginda SAW sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al-Qarnie hanya dapat bertemu dengan Ummul Mukminin Siti Aa-isyah R.anha, isteri Baginda Nabi SAW. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi SAW, tetapi Nabi SAW tidak dapat dijumpainya.
 
Dalam hati Uwais Al-Qarnie bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi saw dari medan perang. Tapi bilakah Nabi pulang? Sedangkan masih terngiang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, “engkau harus lekas pulang”.

 
Akhirnya, kerana ketaatannya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemahuannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Kerana hal itu tidak mungkin, Uwais Al-Qarni dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah ra untuk segera pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW. Setelah itu, Uwais Al-Qarni pun segera berangkat mengayunkan langkahnya dengan perasaan amat haru.
 
Peperangan telah usai dan Nabi SAW pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi SAW menanyakan kepada Siti Aa-isyah R.anha. tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais Al-Qarnie anak yang taat kepada ibunya, adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi SAW, Siti Aa-isyah ra dan para sahabat terpegun. Menurut keterangan Siti Aa-isyah ra, memang benar ada yang mencari Nabi saw dan segera pulang kembali ke Yaman, kerana ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad SAW melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al-Qarnie, yang dikenali oleh penghuni langit itu, kepada para sahabatnya., “Kalau sekelian kamu ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih ditengah talapak tangannya.”

 Sesudah itu Nabi SAW memandang kepada Ali ra dan Umar ra seraya berkata, “suatu ketika apabila kedua kamu bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”
 
Waktu terus berganti, dan Nabi SAW kemudian wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin Khattab. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW tentang Uwais Al-Qarnie, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi saw itu kepada sahabat Ali bin Abi Thalib ra. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar ra dan Ali ra selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarnie, si fakir yang tak punya apa-apa itu, yang kerjanya hanya menggembalakan kambing dan unta setiap hari? Mengapa khalifah Umar ra dan sahabat Nabi, Ali ra, selalu menanyakan dia?
 
Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al-Qarnie turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera khalifah Umar ra dan Ali ra mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al-Qarnie turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais Al-Qarnie ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, khalifah Umar ra dan Ali ra segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarnie.
 Sesampainya di khemah tempat Uwais berada, khalifah Umar ra dan Ali ra memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang shalat. Setelah mengakhiri shalatnya dengan salam, Uwais menjawab salam khalifah Umar ra dan Ali ra sambil mendekati kedua sahabat Nabi saw ini dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar ra dengan segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi saw. Memang benar! Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al-Qarnie.

 Wajah Uwais Al-Qarni tampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi saw bahwa dia itu adalah penghuni langit. Khalifah Umar ra dan Ali ra menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah.” Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al-Qarnie”.
 
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais Al-Qarnie telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali ra memohon agar Uwais membacakan do'a dan istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “saya lah yang harus meminta do'a pada yang ,mulia tuan berdua.”
 
Mendengar perkataan Uwais, khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari anda.” Seperti yang dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya. Kerana desakan kedua sahabat ini, Uwais Al-Qarnie akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar ra berjanji untuk menyumbangkan wang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”

Fenomena Ketika Uwais Al-Qarni Wafat

 Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarnie berpulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, disana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.

 Meninggalnya Uwais Al-Qarnie telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat menghairankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak kenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais Al-Qarnie adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, disitu telah ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.
 Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais Al-Qarnie? bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai penggembala kambing dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamanmu.”
Berita meninggalnya Uwais Al-Qarnie dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar ke mana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al-Qarnie. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarnie disebabkan permintaan Uwais Al-Qarnie sendiri kepada Khalifah Umar ra dan Ali ra, agar merahsiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi saw, bahwa Uwais Al-Qarnie adalah penghuni langit. Subhanallah

 Keluhan Baginda Besar Nabi SAW,
 Sesungguhnya aku merasakan nafas ar-Rahman, nafas dari Yang Maha Pengasih, mengalir kepadaku dari Yaman!” Demikian sabda Nabi SAW tentang diri Uwais, yang kemudian dalam tradisi tasawuf menjadi contoh bagi mereka yang memasuki tasawuf tanpa dituntun oleh sang guru yang hidup. Para sufi yang mengaku dirinya telah menempuh jalan tanpa pembai’atan formal kemudian disebut dengan istilah Uwaisi. Mereka ini dibimbing langsung oleh Allah di jalan tasawuf, atau telah ditasbihkan oleh wali nabi yang misterius, Khidhir ‘alaihis Salaam. Uwais yang bernama lengkap Uwais bin Amir al-Qarani berasal dari Qaran, sebuah desa terpencil . Tidak diketahui bila beliau dilahirkan. Ia dilahirkan oleh keluarga yang taat beribadah. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan kecuali dari kedua orang tuanya yang sangat ditaatinya.
 
Doa dan Dzikir Satu hal yang perlu digarisbawahi dari diri Uwais al-Qarnie, kemudian menjadi landasan dalam thariqat-thariqat sufi, selain baktinya yang luar biasa terhadap kedua orang tuanya dan sikap zuhudnya, adalah doa dan zikirnya. Uwais tidak pernah berdoa khusus untuk seseorang, tetapi selalu berdoa untuk seluruh umat kaum muslim. Uwais juga tidak pernah lengah dalam berzikir meskipun sedang sibuk bekerja, mengawasi dan menggiring ternak-ternakannya. Doa dan dzikir bagaikan dua sisi mata wang yang tidak dapat dipisahkan. Hakikatnya adalah satu. Sebab, jelas doa adalah salah satu bentuk dari zikir, dan zikir berterusan mengingati Allah hingga ia tidak sempat bermohon (sesuatu) kepada-Allah, maka Allah akan mengaruniakan kepadanya sesuatu yang terbaik dari yang diminta orang yang berdoa kepadaNya”. Uwais selalu berdoa untuk seluruh muslimin. Doa untuk kaum muslim adalah salah satu bentuk perwujudan dari kepedulian terhadap “urusan kaum muslim”. Rasulullah SAW. Pernah memperingatkan dengan tegas: Siapa yang tidap peduli dengan urusan kaum muslim, maka ia tidak termasuk umatku.” Dalam hal ini, Rasulullah SAW menyatakan bahawa “permohonan yang paling cepat dikabulkan adalah doa seseorang untuk saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan dan mendahulukan doa untuk selain dirinya.” Dan Uwais lebih memilih untuk mendoakan seluruh saudaranya seiman. Suatu ketika Hasan bin Ali ra. terbangun tengah malam dan melihat ibunya, Fatimah az-Zahra R’anha, sedang khusyuk berdoa. Hasan yang penasaran ingin tahu apa yang diminta ibunya dalam doanya berusaha untuk menguping-dengar. Namun Hasan agak sedikit kecewa, kerana dari awal hingga akhir doanya, ibunya, hanya meminta pengampunan dan kebahagian hidup untuk seluruh kaum muslimin di dunia dan di akhirat kelak. Selesai berdoa, segera Hasan bertanya kepada ibunya perihal doanya yang sama sekali tidak menyisakan doanya untuk dirinya sendiri. Ibunya tersenyum, lalu menjawab bahawa “apapun yang kita panjatkan untuk kebahagiaan hidup kaum muslim, hakikatnya, permohonan itu akan kembali kepada kita.” Sebab para malaikat yang menyaksikan doa tersebut akan berkata “Semoga Allah mengabulkanmu dua kali ganda.” Dari prinsip tersebut, para sufi kemudian menarik suatu prinsip yang lebih umum yang padanya bertumpu seluruh rahsia kebahagiaan. Apa yang kita cari dalam kehidupan ini, harus kita berikan kepada orang lain. Jika kebajikan yang kita cari, berikanlah; jika kebaikan, berikanlah; jika pelayanan, berikanlah. Bagi para sufi, dunia adalah kubah, dan perilaku seseorang adalah gema dari pelaku yang lain. Secuil apapun kebaikan yang kita lakukan, ia akan kembali. Jika bukan dari seseorang, ia akan datang dari orang lain. Itulah gemanya. Kita tidak mengetahui dari mana sisi kebaikan itu akan datang, tetapi ia akan datang beratus kali lipat dibanding yang kita berikan. Demikianlah, berdoa untuk kaum muslim akan bergema di dalam diri yang tentu saja akan berdampak besar dan positif dalam membangun dan meningkatkan kualiti kehidupan spiritual seseorang. Paling tidak, doa ini akan memupus ego di dalam diri yang merupakan musuh terbesar, juga sekaligus akan melahirkan dan menanamkan komitmen dalam diri “rasa Cinta”dan “prasangka baik”terhadap mereka, yang merupakan pilar lain dari ajaran sufi, sebagai manifestasi cinta dan pengabdian kepada Allah swt. Uwais tidak pernah lengah untuk berzikir, mengingat dan menyebut-nyebut nama Allah meskipun ia sedang sibuk mengurus binatang ternaknya. Zikir dalam pengertiannya, yang umum mencakup ucapan segala macam ketaatan kepada Allah swt.
 
Namun yang dilakukan Uwais disini adalah berzikir dengan menyebut nama-nama Allah dan mengingat Allah, juga termasuk sifat-sifat Allah.
 
Ibn Qayyim al-Jauzi ketika memaparkan berbagai macam faedah zikir dalam kitabnya “al-wabil ash-shayyab min al-kalim at-thayyib” menyebutkan bahawa “yang paling utama pada setiap orang yang beramal adalah yang paling banyak berzikir kepada Allah SWT. Ahli shaum(puasa) yang paling utama adalah yang paling banyak zikirnya; pemberi sedekah yang paling baik adalah yang paling banyak zikirnya; para hujjaj(haji) yang paling utama adalah yang paling banyak berzikir kepada Allah swt; dan seterusnya, yang mencakup segala aktiviti dan keadaan.”
 
AsShohibus Samahah AsSyed Muhammad Alawi alHusaini dalam “al-Qawl al-Mu’tamad,” menyebutkan bahwa mulianya suatu nama adalah kerana kemuliaan pemilik nama itu, sebab nama itu mengandung kesan si pemiliknya dalam lipat tersembunyi esensi rahsianya dan maknanya. Berzikir dan mengulang-ulang Asma Allah, Sang Pemilik kemuliaan, dengan demikian, tak diragukan lagi akan memberikan sugesti, efek, dan pengaruh yang sangat besar.
 Hujjatul Islam Al-Ghazali menyatakan bahawa yang diperoleh seorang hamba dari nama Allah adalah ta’alluh (penuhanan), yang bererti bahawa hati dan niatnya tenggelam dalam ketuhanan Allahu Azzawajjal, sehingga yang dilihat-Nya hanyalah Dia.

Dan hal ini, dalam pandangan Ibnul ‘Arabi, bererti sang hamba tersebut menyerap nama Allah, yang kemudian merubahnya dengan ontologis. Demikianlah, setiap kali kita menyerap Asma Allah membawa zikir kepada-Nya, esensi kemanusiaan kita berubah. Kita mengalami tranformasi. Yang pada akhirnya akan membuahkan akhlak al-karimah yang merupakan tujuan pengutusan Baginda Besar Rasulullah Muhammad SAW. Dilihat dari sudut pandangan psikologis sufistik, pertama-tama zikir akan memberi kesan pada ruh seseorang, membentuknya membangun berbagai kualiti kebaikan, dan kekuatan inspirasi yang disugestikan oleh nama-nama itu.

 Dan mekanisma batiniah seseorang menjadi semakin hidup dari pengulangan zikir itu, yang kemudian mekanisma ini berkembang pada pengulangan nama-nama secara otomatis. Jadi jika seseorang telah mendawamkan zikirnya selama satu jam, misalnya, maka sepanjang siang dan malam zikir tersebut akan terus berlanjut terulang, kerana jiwanya mengulangi terus menerus. Pengulangan zikir ini, juga akan terefleksi pada ruh semesta, dan mekanisma universal kemudian mengulanginya secara otomatis. Dengan kata lain, apa yang dizikirkan manusia dengan menyebutnya berulang-ulang. Tuhan kemudian mulai mengulanginya, hingga termaterialisasi dan menjadi suatu realiti di semua tingkat eksistensi yang berkedudukan sebagai elemen keruhanian diri insan antaranya Hati, Nafsu, Syahwat, Hawa’ dan akal.
  والله ورسوله أعلم
 
Catitan: Pemilik Blog: Ust Hassan Abdul Latiff telah memilih nama Tabi’in yang paling mulia ini untuk dijadikan nama blog beliau, dan beliau telah menamakan cucunda beliau yang sulung dari anakanda beliau yang sulung juga dengan nama ini iaitu: UWAIS ALQARNIE BIN ALMAHDI ASSIDDIQQIE


 

 

 

No comments:

Post a Comment