AS-SUNNAH
As-Sunnah
merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. As-Sunnah dengan
demikian memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Oleh kerana itu,
sudah seharusnya kita senantiasa mempelajari As-Sunnah, sehingga boleh
memahaminya dengan baik. Diantara perkara mendasar yang boleh kita lakukan dalam
usaha memahami As-Sunnah adalah memahami berbagai peristilahannya yang penting,
yang terangkum dalam disiplin ilmu Mushthalah Hadits. Berikut ini beberapa
istilah yang penting.
Definisi :
As-Sunnah adalah segala sesuatu yang berasal / bersumber dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi’il),
persetujuan (taqrir), maupun sifat akhlaq (washf), sejak Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam diangkat sebagai nabi dan rasul sampai Baginda SAW wafat.
Dengan
demikian, maka As-Sunnah terbagi menjadi 4 macam yaitu :
2. As-Sunnah al-Fi’liyah (perbuatan /
tindakan)
3. As-Sunnah at-Taqririyah (persetujuan /
pembenaran)
4. As-Sunnah al-Washfiyah (sifat akhlaq)
As-Sunnah juga
diertikan sama dengan istilah Al-Mustahab atau Al-Mandub, iaitu suatu hukum
syar’i (fiqih) yang berada antara hukum wajib dan mubah.
Al-Hadits sama
dan semakna dengan istilah As-Sunnah.
Al-Hadits juga
didefinisikan sebagai berikut : segala sesuatu yang berasal atau bersumber atau
dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, berupa perkataan
atau sabdaan, perbuatan atau tindakan, persetujuan atau pembenaran, dan sifat
baik akhlaq maupun fitrah, dan baik setelah Baginda menjadi nabi dan rasul atau
sebelumnya.
Dengan definisi
khusus tersebut bererti makna hadits lebih luas daripada makna dan cakupan
As-Sunnah, kerana termasuk meliputi periode sebelum Rasulullah shallallahu
’alaihi wasallam menjadi nabi dan rasul dan segala sesuatu yang terkait dengan
diri Baginda, meskipun tidak terkait dengan masalah tasyri’ (hukum syar’i) sekalipun.
Definisi :
Al-Hadits Al-Qudsi ialah salah satu jenis hadits Nabi shallallahu ’alaihi
wasallam yang dalam periwayatannya tidak hanya berhenti pada Rasulullah
shallallahu ’alaihi wasallam, tapi dinisbatkan sampai kepada Allah, dengan
secara eksplisit disertai ungkapan : ’Allah Ta’ala berfirman’ atau ’Rasulullah
shallallahu ’alaihi wasallam meriwayatkan dari Allah Ta’ala atau dari Rabb-nya’
...
Bezanya dengan
hadits lain non qudsi : sama-sama hadits tapi dalam hadits-hadits lain
periwayatan dan penisbatannya berhenti hanya sampai kepada Rasulullah
shallallahu ’alaihi wasallam, sedangkan dalam hadits qudsi sampai kepada Allah
Ta’ala.
Bezanya dengan
Al-Qur’an :
2. Al-Qur’an, baik isi atau makna maupun
lafazh, teks atau redaksinya murni dari firman (kalam) Allah Ta’ala, yang
disampaikan melalui Jibril ’alaihis salam. Dan tugas serta peranan Rasulullah
shallallahu ’alaihi wasallam hanyalah menerima dan menyampaikannya apa adanya
tanpa pengurangan maupun penambahan sehuruf pun! Tentu saja disamping tugas
menjelaskan dan menafsirkan. Sedangkan Hadits Qudsi , isi atau maknanya dari
Allah tetapi lafazh, teks atau redaksinya dari Rasulullah shallallahu ’alaihi
wasallam. Atau makna dan redaksinya berasal dari Allah namun Rasulullah
shallallahu ’alaihi wasallam diperbolehkan untuk menyampaikan dan meriwayatkan
’bil-ma’na’ (dengan gubahan tanpa mengubah isi dan makna). Atau sejak awal
telah disampaikan kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam atau telah
diketahui oleh Baginda SAW - dengan cara tertentu - bahwa yang Baginda SAW terima (Hadits
Qudsi) itu bukan termasuk Al-Qur’an.
3. Hadits Qudsi ada yang shahih, hasan,
dha’if dan bahkan maudhu’, dan tingkat validiti dan kehujjahannya seperti
hadits-hadits lain pada umumnya. Sedangkan Al-Qur’an seluruhnya mutawatir dan
pasti shahih secara mutlak, tanpa ada sedikitpun keraguan didalamnya.
4. Hadits Qudsi tidak mengandung muatan
kemukjizatan seperti Al-Qur’an.
5. Secara umum, Hadits Qudsi disikapi dan
diperlakukan sebagaimana hadits-hadits lain pada umumnya dan tidak berlaku
padanya hukum-hukum khusus yang berlaku pada Al-Qur’an, seperti hukum
membacanya, menyentuhnya dan lain-lain.
Keempat
: As-Sanad (Sanad Hadits) atau Al-Isnad
As-Sanad atau
Al-Isnad ialah silsilah atau rangkaian perawi yang meriwayatkan teks hadits
secara sambung menyambung mulai dari perawi terendah / perawi pertama
(penghimpun kitab-kitab induk hadits seperti Al-Bukhari, Muslim, Al-Baihaqi dan
lain-lain) sampai pada sumber terakhir asal teks hadits tersebut (Allah Ta’ala
untuk Hadits Qudsi, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam untuk hadits marfu’,
sahabat untuk hadits mauquf, dan seterusnya).
Sanad merupakan
salah satu keistimewaan yang hanya dimiliki oleh umat Islam.
Kelima
: Al-Matn (Matan Hadits)
Al-Matn ialah
lafazh atau nash atau teks atau redaksi hadits itu sendiri, misalnya teks
hadits : ”Innamal a’maalu bin niyyat” (HR Muttafaq ’Alaih).
Sanad dan matan
biasanya disebut secara bergandingan kerana keduanya saling melengkapi dalam
hal penyampaian / periwayatan hadits.
Definisi :
Ash-shahabi ialah seorang muslim yang sempat berjumpa dengan Rasulullah
shallallahu ’alaihi wasallam sesudah Baginda SAW diangkat menjadi nabi dan rasul,
semasa hidup Baginda SAW, dan wafat dalam keadaan Islam pula.
Dengan
demikian, syarat-syarat sahabat adalah :
2. Harus terjadi perjumpaan.
3. Perjumpaan terjadi setelah kenabian dan
bukan sebelumnya.
4. Perjumpaan terjadi semasa hidup Rasulullah
shallallahu ’alaihi wasallam bukan sesudah Baginda SAW wafat, seperti dalam mimpi
misalnya.
5. Yang bersangkutan wafat sebagai muslim.
Seluruh sahabat
adalah terpercaya dan diterima riwayatnya (Ash-shahabatu kulluhum ’uduul)
berdasarkan :
1. Rekomendasi Al-Qur’an, misalnya dalam QS
Al-Baqarah : 143, Ali ’Imran : 110, Al-Anfal : 64, At-Taubah : 100, Al-Fath :
18, dan lain-lain.
2. Rekomendasi Rasulullah shallallahu ’alaihi
wasallam dalam berbagai hadits yang sangat banyak, baik yang secara umum dan
global maupun yang secara khusus untuk orang per-orangan diantara para sahabat
yang mulia.
3. Ijma’, kesepakatan dan konsensus seluruh
ulama’ Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepanjang sejarah Islam sampai sekarang dan
sampai Hari Kiamat.
Kitab-kitab
tentang sahabat :
1. Al-Isti’ab fi Ma’rifatil Ash-haab oleh
Imam Ibnu ’Abdil Barr (wafat tahun 463 H)
2. Usdul Ghaabah fi Ma’rifatish Shahaabah
oleh Imam Ibnul Atsir (wafat tahun 630 H)
3. Al-Ishabah fi Tamyiizish Shahaabah oleh
Imam Ibnu Hajar (wafat tahun 852 H)
Definisi :
At-Tabi’i ialah seorang muslim yang sempat berjumpa dengan sahabat Nabi
shallallahu ’alaihi wasallam. Ada pendapat kedua yang mendefinisikan At-Tabi’i
sebagai : seorang muslim yang menyertai atau berjumpa dengan sahabat dan
meriwayatkan darinya. Tapi definisi pertama lebih rajih dan kuat.
Generasi
tabi’in adalah generasi terbaik kedua setelah generasi sahabat, dan diatas
generasi ketiga yakni generasi Atbaa’ut Taabi’in, berdasarkan :
1. Rekomendasi Allah Ta’ala dalam QS
At-taubah : 100.
2. Rekomendasi Rasulullah shallallahu ’alaihi
wasallam seperti dalam hadits: ”Sebaik-baik generasi adalah generasiku
(sahabat), lalu generasi berikutnya (tabi’in), lalu generasi sesudahnya lagi
(atbaa’ut taabi’in)” (HR Muttafaq ’Alaih).
3. Ijma’ ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Wallahul Muwaffiq.
No comments:
Post a Comment